Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat Datang Di Blog HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung Salam Hijau-Hitam Yakusa!

Social Icons

Rabu, 18 September 2013

SOSIALIS PENDIDIK DAN PENDIDIKAN KAPITALIS

Oleh : Faiz Al-zawahir*
Dave Hill, Profesor Kebijakan Pendidikan di University of Northampton bertanya apa melakukan pendidikan dilakukan di Inggris kapitalis, di dunia kapitalis. Apa yang dapat pendidik Marxis lakukan? Menyadari keterbatasan – tetapi juga peluang dan kritis upaya pendidik sosialis, oleh guru sosialis, yang mencoba untuk bekerja sebagai intelektual publik kritis transformatif organik, di mana kita harus menempatkan usaha kita?
Ini tidak mudah. Keterbatasan pada tindakan sosialis melalui aparat ideologi dan represif negara, seperti sekolah, yang bekerja untuk sebagian besar atas nama modal, cukup besar. merendahkan, bahkan pemecatan, yang biasa terjadi antara guru aktivis sosialis. Banyak dari kita telah ada.  [ 1 ]

Kapitalis Pendidikan Guru
   Seberapa jauh telah pendidikan mendapat potensi untuk bahan bakar api perlawanan terhadap kapitalisme global, serta semangat untuk transformasi sosialis? Potensi transformatif guru bisa dibesar-besarkan.Seberapa jauh bisa pekerja intelektual, pengetahuan pekerja, atau jurnalis politik, dan ide-ide mereka mengembangkan, mengubah dunia, atau memang, mengubah beberapa siswa kami, kolega, pembaca?
Jumlah lembaga, otonomi yang kita miliki, selalu terbatas. suara-suara kritis Marxis selalu telah. Dan di Inggris dan Wales, sejak Reformasi 1988 Undang-Undang Pendidikan dan Kurikulum Nasional untuk sekolah-sekolah, dan restrukturisasi 1992/1993 pendidikan guru (nama ‘pelatihan’), ruang dalam kurikulum mata kuliah dan dalam pedagogi – metode yang kita gunakan – telah menyempit.

PENDIDIKAN YANG MENCERDASKAN

Oleh : Faiz Al-zawahir*
Zaman terus berganti, manusia telah mengalami hidup dalam berbagai zaman. mulai dari zaman batu sampai di milenium ketiga ini manusia masuk pada abad 21. Konon, kini manusia telah memasuki peradaban modern yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi serta kemajuan industri untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Menghadapi zaman yang seperti ini, kebutuhan-kebutuhan manusia yang dahulu bisa dibilang sederhana saja, seperti sekadar makan, tempat tinggal, pakaian, atau kendaraan, kini detailnya menjadi bermacam-macam dan rumit. Manusia semakin dimudahkan dengan berbagai kecanggihan yang pada zaman dahulu tak pernah terbayangkan, namun juga dihadapkan pada banyak masalah yang tidak ringan.
Salah satu masalah penting yang dihadapi manusia adalah terjauhkannya dari aspek kemanusiaannya tatkala terlalu jauh masuk dalam kepentingan kapitalisme modern. Belum lagi adanya dominasi kekuatan besar yang ingin menguasai manusia pada umumnya untuk kepentingan kekuasaan ekonomi, politik, atau bahkan ideologi tertentu. Pada saat seperti ini, peran pendidikan diyakini penting untuk menjaga hakikat kemanusiaan agar tiada tergerus begitu saja atau membawa kembali kemanusiaan pada wilayah yang sesuai dengan fitrahnya. Jangan sampai kehidupan yang dianggap canggih justru membuat manusia kehilangan kebebasannya karena manusia telah diperlakukan dengan tidak adil sebagai sesama manusia oleh pihak yang lebih berkuasa.

PENDIDIKAN HUMANISTIK

Oleh : Faiz Al-zawahir*

Banking concept of education, istilah Paulo Freire bagi proses dehumanisasi pendidikan. Ciri utamanya adalah komunikasi bersifat antidialogis, guru mengajar-murid belajar, guru tahu segalanya-murid tidak tahu apa-apa, guru bicara-murid mendengarkan, guru adalah subjek proses belajar-murid objek belajar.
Paul MacLean, pengkaji Triune Theory, menjelaskan adanya pengaruh cara kerja otak dalam pembelajaran. Ada 3 bagian otak dengan fungsi masing-masing yang berbeda, yaitu otak besar (neokorteks), otak tengah (sistem limbik), dan otak kecil (otak reptil).
Otak besar berfungsi untuk kegiatan berbicara, berpikir, belajar, memecahkan masalah, merencanakan, dan mencipta. Otak tengah berfungsi untuk kegiatan yang melibatkan aspek sosial dan emosional, serta untuk mengingat jangka panjang (long term memory). Otak kecil berfungsi untuk bereaksi, kegiatan yang bersifat mengulang, mempertahankan diri, dan ritualis.
Sungguh tidak dapat dibayangkan jika pembelajaran masih didominasi oleh kegiatan menghafal, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin, dan mengedepankan komunikasi satu arah semata. Jika aktivitas pembelajaran tersebut dominan dilakukan di kelas, maka siswa-siswa kita hanya memfungsikan otak kecilnya saja. Bagaimana dengan nasib optimalisasi otak besar dan otak tengahnya? Bukankah ini merupakan proses menafikan eksplorasi potensi diri siswa yang sebenarnya sangat luar biasa?

Kamis, 12 September 2013

MENGUBAH PERADABAN DAN NASIB BANGSA MELALUI PENDIDIKAN

Oleh: Faiz Al-Jawahir
(Ketua Umum HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung Periode 2012-2013)

Maju atau mundurnya peradaban suatu bangsa itu sangatlah tergantung pada berhasil atau tidaknya proses pendidikan di negara tersebut. Jika pendidikan di suatu negara baik maka hal tersebut akan langsung membawa imflikasi positif terhadap kemajuan peradaban bangsa tersebut. Begitu pula sebaliknya jika proses pendidikan disuatu negara gagal dan mencetak generasi yang gagal maka hal itu akan secara langsung membawa imflikasi negatif  pada kemajuan bangsa. Kegagalan,kebobrokan dan kehancuran dalam bidang pendidikan menjadi awal dari kehancuran peradaban di suatu bangsa.
Pendidikan sebagaimana para fakar pendidikan mendefinisikan pendidikan bukan hanya sebagai sarana untuk mentarnsper dan mengajarkan ilmu pengetahuan (tranfer of knowledge) tetapi di dalam proses pendidikan mencakup semua spek dalam peradaban. Proses pendidikan adalah sarana tranfoemasi ilmu pengetahuan,tranformasi kebudayaan, tranformasi moral dan akhlak serta proses pendidikan adalah proses membentuk peserta didik menjadi insan yang paripurna yang akan menopang pembangunan dan kemajuan perdaban bangsanya. Oleh sebab itu dilihat dari kacamata apapun memang pendidikan sangatlah penting untuk menentukan nasib bangsanya.
Sekarang kita lihat fenomena,dinamika dan realita yang terjadi di bangsa kita tercinta ini. bangsa ini, diera globalisasi ini sedang mengalami krisis multi dimensi, krisis moral, krisis ekonmi, krisis dedikasi, kririsi eksistensi, krisis akhlaq dan yang sangatlah parah bangsa ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Masalah-maslah seakan mengakar dalam setiap bidang yang ada di negara kita.
Jikalaua kita tafakuri dan pikirkan secara seksama segala masalah yang terjadi dinegara ini itu semua diawali dari masalah yang ada didalam bidang pendidikan. Contohnya krisis kejujuran dan tanggung jawab di negara kita itu semua dikarenakan para peserta didik ketika menjalani pendidikan disekolah diajarkan kejujuran hanya sebatas teori kejujuran saja tampa ada aflikasi riil dalam proses pembelajarannya. Misalnya dalam kasusu UN yang sudah menjadi rahasia umum didalam UN terdapat tim sukses yang akan mengahalalkan segala cara untuk meluluskan peserta didiknya. Begitu pula permasalahan yang lainnya yang ada di bangsa ini.

LIBERALISASI PENDIDIKAN/PENDIDIKAN LIBERAL

Oleh: Faiz Al-Jawahir
(Ketua Umum HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Kabupaten Bandung)

Liberalisasi pendidikan merupakan salah satu aliran dalam pendidikan dewasa ini yang mulai menjadi mindset berfikir dalam memahami makna dari pendidikan itu sendiri baik dikaji dari makna filosofosnya maupun makna normatifnya.
Ciri utama pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa tahun terakhir. Oleh karenanya kompetensi yang harus dikuasai peserta didik merupakan upaya untuk memenuhi dan menyesuaikan tuntutan dunia kerja sebagaimana dikemukakan dalam setiap pergantian kurkulum baru kita (Mansour Fakih, 2002).
Kenyataan lainnya dari liberalisme ini adalah mahalnya sekolah dan kuliah. UGM yang dulu dikenal kampus rakyat sekarang tidak lagi. Rencana menjadikan universitas negeri sebagai PTBHP sebagai langkah awal privatisasi pendidikan juga nyata sebagai langkah liberalisasi. Di level sekolah, elitisme pendidikan mengancam kesempatan rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan memadai (Eko Prasertyo, 2005).
Materialisme yang melingkupi liberalisme menjadikan reformasi yang dilakukan pun sebatas fisik saja seperti pemenuhan fasilitas baru dan gedung baru; kapitalisme pun mengarahkan bagaimana agar pembelajaran dapat lebih efektif-efisien, dan dihitung dalam bentuk untung rugi serta balikan investasinya karena mengandaikaneducation as human investment.

Minggu, 08 September 2013

INSAN CITA NEWS HMI KOMISARIAT TARBIYAH CAB. KAB BANDUNG

Selayang pandang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang perkaderan dan perjuangan. HMI sendiri dideklarasikan oleh Lafran Pane pada tanggal 5 Februari 1947 di sebuah ruang kelas di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang saat ini berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia. (QS. Ali Imron:104) Menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah kewajiban setiap muslim. Maka HMI sebagai organisasi yang bercirikan Islam merupakan alat untuk mengajak kepada kebaikan wajib pula ada.
Dalam perjalanannya HMI menghadapi berbagai problematika yang acap kali hadir dalam eksistensinya, mulai dari berdiri hingga saat ini. Ada berberapa fase yang dijalani HMI selama masa perjuangannya, seperi fase konsolidasi spiritual dan proses berdirinya serta pengokohan HMI, (1946-1947). Fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan, serta menghadapi penghianatan PKI, (1947-1949). Fase pembinaan dan pengembangan organisasi, (1950-1963). Fase tantangan, dimana pada fase ini dendam kesumat PKI terhadap HMI. Menempatkan HMI sebagai organisasi yang harus dibubarkan karena dianggap sebagai penghalang bagi tecapainya tujuan PKI. Sementara itu HMI berhasil mengadakan konsolidasi organisasi, dimana HMI tampil sebagai organisasi yang meyakinkan (1963-1966). Fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan '66 (1966-1968). Fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969-sekarang). Fase kebangkitan intelektual dan pergolakan pemikiran (1970-1994). Fase Reformasi (1995-sekarang) Secara historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan dan kritik kepada pemerintah.

Senin, 02 September 2013

RETHINKING FUNGSI & PERAN MAHASISWA DI MASYARAKAT


Mahasiswa merupakan kelompok elit masyarakat yang mengemban amanah sebagai agent social of change, sangat logis jika amanah itu diletakan pada pundak mahasiswa karena memang dilihat dari sisi akademis, mahasiswa berada di level tertinggi sebagai kaum terpelajar di perguruan tinggi. Sisi lain, mahasiswa dengan perkembangan dan pertumbuhan emosionalnya yang cukup matang memiliki sifat kepeloporan, keberanian dan kritis menjadi ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektifitas yang harus diperankan  mahasiswa dalam melakukan perubahan-perubahan di masyarakat ke arah yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan dalam UUD dan juga Pancasila. Dalam mewujudkan cita-cita sosial itu, mahasiswa sebagai pelopornya harus berada dalam suasana bebas merdeka dan demokratis, obyektif serta rasional agar agenda perubahan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda-muda terdidik. Oleh sebab itu mereka harus sadar dan peka akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan.

Tim Redaksi

Penanggungjawab : Faiz Al-Zawahir
Pemimpin Redaksi : Ilham Ibn Ishak Al-Bantany
Editor : M. Sichabudin Azmi
Desain Layout : Ilham Ibn Ishak Al-Bantany